Sajak-Sajak Sapardi Djoko Damono
![]() |
Sapardi Djoko Damono |
Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga
itu
tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan
itu
tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon
bunga itu
Pada Suatu Hari Nanti
pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri
pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari
Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu.
Kita abadi.
Kuterka Gerimis
Kuterka gerimis mulai gugur
Kaukah yang melintas di antara korek api dan ujung
rokokku
sambil melepaskan isarat yang sudah sejak lama
kulupakan kuncinya itu
Seperti nanah yang meleleh dari ujung-ujung jarum jam
dinding yang berhimpit ke atas itu
Seperti badai rintik-rintik yang di luar itu
Perahu Kertas
Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas dan
kau layarkan di tepi kali; alirnya Sangat tenang, dan perahumu bergoyang menuju
lautan.
“Ia akan singgah di bandar-bandar besar,” kata seorang
lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan berbagai gambar warna-warni
di kepala.
Sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari
perahu yang tak pernah lepas dari rindu-mu itu.
Akhirnya kau dengar juga pesan si tua itu, Nuh,
katanya,
“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir
besar dan kini terdampar di sebuah bukit.”
Kumpulan Sajak, (Perahu Kertas, 1982).
Comments