Maria Walanda Maramis (1872-1924)
Mungkin
generasi masa kini belum banyak mengenal secara jelas tentang seorang tokoh
bernama Maria Walanda Maramis ini. Selain ia dikenang masayarakat Indonesia
sebagai tokoh Pahlawan Nasional, Maria Walanda Maramis juga dikenal sebagai
tokoh emansipasi wanita Indonesia dari Minahasa-Sulawesi Utara.
Demi mengenang perjuangan Maria itu, masyarakat Minahasa pada tanggal 1 Desember merayakannya sebagai Hari Ibu Maria Walanda Maramis, tepat ketika hari kelahirannya. Perayaan tersebut dilaksanakan demi mengenang kontribusi besarnya terhadap nasib kaum perempuan di tempat kelahirannya. Dimana pada waktu itu, kaum perempuan kurang mendapat pendidikan yang layak seperti kaum laki-laki. Oleh sebab itu, Maria Walanda Maramis dengan tekat dan kemampuannya berhasil mendirikan sekolah untuk kaum perempuan disana. Sehingga menjadikan martabat kaum perempuan menjadi lebih baik dan terangkat.
Lantas, untuk mengenal siapa sosok Maria Walanda Maramis lebih jelasnya. Serta bagaimana kontribusinya terhadap dunia pendidikan di Indonesia pada waktu itu sehingga mampu menginspirasi anak bangsa untuk mengikuti jejak perjuangannya. Berikut ini uraian tentang Maria Walanda Maramis tersebut.
A. Biografi Singkat Maria Walanda
Maramis
Maria
Josephine Catherine Maramis atau yang lebih dikenang dengan nama Maria Walanda
Maramis lahir di Kema, sebuah kota kecil yang sekarang terletak di Kabupaten
Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara, pada tanggal 1 Desember 1872. Maria
adalah anak bungsu dari tiga bersaudara yang dilahirkan dari pasangan Maramis
dan Sarah Rotinsulu. Kakak perempuannya bernama Antje sedangkan kakak laki-lakinya
bernama Andries Maramis. Ia pernah ikut terjun dalam pergolakan kemerdekaan
Indonesia. Juga pernah menjabat sebagai menteri dan duta besar dalam
pemerintahan Indonesia .[1]
Sejak usia 6 tahun, Maria menjadi anak yatim piatu karena kedua orang tuanya meninggal akibat sakit keras yang dideritanya. Rotinsulu, paman Maria, akhirnya membawa Maria beserta saudaranya ke Maumbi. Disana Maria dan kakak perempuannya, Antje, disekolahkan di Sekolah Melayu-Maumbi atau sekolah yang sekarang setara dengan Sekolah Dasar.
Disekolah tersebut, Maria dan Antje mendapat pendidikan dasar tentang membaca dan menulis. Sedangkan ilmu pengetahuan umum dan sejarah yang diajarkan pada waktu itu hanya sedikit saja. Bahkan, sekolah ini merupakan satu-satunya pendidikan resmi yang diterima Maria beserta kakak perempuaannya. Ini karena peran perempuan pada waktu itu hanya disuruh untuk menikah dan mengurus keluarga saja.
Akan tetapi, Maria cuku beruntung mempunyai seorang paman yang terpandang dan banyak mempunyai relasi orang-orang Belanda. Sehingga hal tersebut membuat Maria dapat bergaul secara luas walaupun ia hanya lulusan Sekolah Dasar. Maria pun akrab dengan Ten Hoeven, salah satu keluarga pendeta Belanda. Dari Ten Hoeven inilah Maria terinspirasi olehnya, karena ia adalah seorang pendeta yang memiliki pandangan yang luas mengenai dunia pendidikan. Maria pun bertekat memajukan perempuan Minahasa supaya lebih bermartabat.
Pada umur 18 tahun, Maria menikah dengan seorang lelaki bernama Yosephine Frederik Calusung Walanda. Ia adalah seorang guru Bahasa di HIS (Hollandsch Inlandsche School) Manado. Dari suaminya, Maria melahirkan tiga orang anak. Selain itu, Maria juga banyak belajar tentang bahasa dan pengetahuan lain seperti kondisi dan keadaan masyarakat Sulawesi dari Sumaminya, Maramis.
Setelah sekian lama cita-cita untuk memajukan perempuan di wilayahnya, akhirnya pada bulan Juli tahun 1917, dengan bantuan suami tercinta beserta kawan-kawannya yang lain Maria mendirikan sebuah oganisasi yang bernama PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya). Berdirinya organisasi ini bertujuan untuk mendidik kaum perempuan dalam hal rumah tangga, seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan dan lain sebagainya.
Selain itu, Maria juga mengungkapkan pemikirannya tentang perempuan dengan menuliskannya di harian Tjahaja Siang di Manado. Di dalam tulisannya itulah Maria mengajak seluruh perempuan untuk maju dan bangkit dengan menganjurkan mendirikan Cabang PIKAT di daerah lain.
Pemikiran Maria pun mendapat respon yang baik dari para perempuan. Hal tersebut dapat dilihat dari berkembangnya cabang-cabang PIKAT di Minahasa seperti di wilayah Maumbi, Tondano, Sangirtalaud, Gorontalo, Poso dan Motoling. Bahkan cabang PIKAT pun meluas hinga Jawa dan Kalimantan yaitu di wilayah Batavia, Bandung, Bogor, Cimahi, Magelang, Surabaya, Balikpapan, Sangusangu dan Kotaraja.
Pada tahun 1932, PIKAT mendirikan Opiediding School Var Vak Onderwijs Zeressen atau Sekolah Kejuruan Putri. Selain aktif dalam bidang pendidikan untuk kaum perempuan, Maria juga memperjuangkan hak perempuan dalam bidang politik.
Pada
tanggal 22 April 1924 atau ketika Maria berumur 45 tahun, ia pun pada akhirnya
menghembuskan nafas terakhir diusia yang cukup matang dalam berfikir dan
bertindak.
B. Kontribusinya Terhadap Dunia Pendidikan
di Indonesia
Sebagai seorang perempuan yang terdidik, Maria pun gelisah dengan
ketidakadilan dalam dunia pendidikan bagi perempuan di Minahasa pada waktu itu.
Oleh sebab itu, Maria bertekat kuat berjuang demi memajukan kaum perempuan
terutama dalam hal pendidikan. Ditambah lagi, ketika ia mendapat dorongan dari
suaminya. Perjuangan Maria seolah mendapat dorongan yang lebih kuat untuk terus
berjuang tanpa lelah dan menyerah.
Bukti nyata dari itu semua ialah berdirinya organisasi PIKAT yang bergerak dalam bidang pendidikan dasar bagi kaum perempuan seperti yang sudah disampaikan di biografi singkat di atas. Seperti memasak, merawat bayi, dan keterampilan perempuan yang lainnya. Maria berfikir dan berpendapat bahwa perempuan adalah tiang keluarga, dimana pundaknya tergantung masa depan seorang anak. Oleh karena itu, perempuan perlu mendapat pendidikan yang baik agar anaknya kelak menjadi orang-orang yang hebat dan luar biasa serta berguna bagi bangsanya.
Pemikiran Maria Walanda Maramis pada waktu itu tentu membawa angin segar bagi kaum perempuan. Pasalnya perempuan pada waktu itu hanya disuruh menikah dan mengurus keluarga saja. Bayangkan jika perempuan waktu itu tidak mempunyai keahlian dalam mengurus seorang anak dan sebuah keluarga. Bisa jadi keluarga yang dibangunnya akan menjadi kurang harmonis dan anak yang ia besarkan juga kurang terdidik dengan baik. Sehingga hal tersebut akan berdampak pada generasi berikutnya. Berkat pemikiran Maria inilah, banyak kaum perempuan yang waktu itu terinspirasi olehnya. Bahkan jejak perjuangannya pun hingga kini tetap dikenang masyarakat Indonesia dan lebih khususnya masyarakat Sulawesi Utara.
Selain pemikirannya, Salah satu bentuk kontribusi terbesar Maria Walanda Maramis adalah mendirikan Sekolah bagi kaum perempuan, dimana pada waktu itu perempuan hanya dipandang kaum lemah yang tugasnya hanya menjadi istri dan menjaga keluarga. Dari ketidakadilan yang dirasa Maria tersebut, ia berusaha dan dibantu sumai serta temannya yang lain mendirikan sebuah organisasi PIKAT yang kemudian berkembang secara pesat.
Dengan berkembangnya organisasi PIKAT tersebut, pada tanggal 2 Juli 1918 di Manado didirikan sekolah rumah tangga untuk perempuan-perempuan muda, yaitu Huishound School PIKAT.[2] Bahkan demi mewujudkan sekolah ini, ceritanya Maria rela berjualan kue-kue serta pekerjaan tangan lain. Atas usaha yang gigih inilah Maria mendapat bantuan dari temannya serta orang-orang terpandang di Manado untuk menyumbang sekolah tersebut. Selain itu, Maria juga mengadakan pertunjukan sandiwara Pingkan Mogogumoy[3]. Semua usaha itu pada akhirnya membawa hasil dengan berdirinya gedung sekolah dan asrama.[4]
Selanjutnya, Pada tahun 1932, PIKAT mendirikan Opiediding School Var Vak Onderwijs Zeressen atau Sekolah Kejuruan Putri. Maria yakin bahwa perempuan pun mampu mengikuti pelajaran yang lebih tinggi seperti laki-laki. Selain itu, Maria juga berusaha agar perempuan diberi tempat dalam urusan politik seperti duduk dalam keanggotaan Dewan Kota atau Volksraad (Dewan Rakyat).
Sebagai seorang tokoh pejuang emansipasi perempuan di wilayahnya, tepatnya Minahasa-Sulawesi Utara, Maria pun patut mendapat penghargaan baik dari pemerintah maupun masyarakat Indonesia. Penghargaan yang diberikan pemerintah Indonesia terhadap perjuangan Maria Walanda Maramis ialah menobatkannya sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional pada tanggal 20 Mei 1969 melalui SK Presiden RI No.012/TK/1969.
Sedangkan untuk mengenang jasa Maria, pada tanggal 1 Desember, masyarakat Minahasa memperingatinya sebagai Hari Ibu Maria Malanda Maramis. Bahkan demi mengabadikan perjuangannya, telah dibangun Patung Walanda Maramis yang terletak di Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang, yang jaraknya sekitar 15 menit dari kota Manado.
Begitu besarnya perjuangan Maria demi pendidikan bangsa ini, khususnya demi kaum perempuan pada waktu itu. Andai saja perempuan pada saat itu tidak mendapatkan pendidikan yang layak, bagaimana dengan generasi anak bangsa sekarang ini. Oleh karena itu, perjuangan Maria patut dijadikan sebuah inspirasi anak-anak bangsa Indonesia suapaya tetap bersemangat dalam belajar dan menuntut ilmu. Sehingga nantinya dengan ilmu tersebut diharapkan dapat berbagi ilmu pengetahuan kepada orang lain atau lebih tepatnya kepada mereka yang kurang mampu mengenyam pendidikan dikarenakan mahalnya pendidikan di Indonesia saat ini.
[1]
JJ. Rizal,
Maria Walanda Maramis (1872-1924); Perempuan Minahasa, Pendobrak Adat dan
Pemberontak Nasionalisme, dalam “Merayakan Keberagaman” (Jakarta: Yayasan
Jurnal Perempuan Vol. 54, 2007), hal. 87-98.
[2]
profil.merdeka.com
[3]
Pingkan Mogogumoy adalah sebuah cerita klasik dari Minahasa-Sulawesi
Utara.
[4]
profilperempuansulut.com
Comments