Meneladani Kepemimpinan Seorang Hoegeng


“Di Indonesia hanya ada tiga polisi yang tak bisa disuap. Ketiga polisi tersebut ialah polisi tidur, patung polisi dan Hoegeng.” 

Kalimat tersebut merupakan pernyataan dari KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. Apa yang dikatakan Gus Dur tersebut tentu benar adanya. Pasalnya, mencari sosok seorang polisi yang benar-benar berintegritas dan anti suap dijaman sekarang ini agaknya sulit sekali. 

Hal itu terbukti dengan adanya beberapa kasus yang menyeret beberapa anggota polisi bahkan sampai seorang Inspektur Jenderal Kepolisian pun ikut terjerat kasus hukum. Ditambah lagi dengan fenomena rekening “gendut” beberapa pemimpin polri hingga isu-isu negatif lainnya tentang instansi ini. 

Namun, tidak semua polisi seperti itu. Buktinya, dalam catatan sejarah kepolisian, bangsa Indonesia mempunyai polisi yang disiplin, jujur, anti suap dan tak kenal kompromi kalau demi kebaikan bangsa dan negaranya. Dialah Hoegeng Imam Santoso atau yang sering dikenal Hoegeng. 

Tentu tidak semua orang mengenal Hoegeng. Akan tetapi sebagian orang lainnya tentu sudah mengenal sosoknya. Pria yang lahir di daerah Pekalongan pada 19 Oktober 1921 ini pernah menjabat sebagai Kepala Polri/Kapolri (dulu masih bernama Menteri Panglima Angkatan Kepolisian/Menpangak) pada tahun 1968-1971 dan sebagai Menteri Iuran Negara (1965).

Sebagai seorang Kapolri atau ketika ia menjadi menteri, Hoegeng bekerja dengan disipin. Ia datang lebih pagi untuk masuk kantor dibandingkan teman-temannya. Lebih dari itu, bukan dalam hal bekerja saja, kehidupan sehari-hari Hoegeng pun memang dijalaninya dengan kedisiplinan yang tinggi. Supaya membuat dirinya terbiasa dengan waktu (hal. 12). 

Hoegeng pun dikenal dengan pribadi yang terbuka. Tak ada dokumen atau kegiatan yang ditutupi menyangkut pekerjaannya. Bahkan ruang kerja Hoegeng pun dibangun tanpa adanya sekat. Sehingga setiap tamu yang bertemu dengannya pun dapat dilihat oleh sekretaris dan stafnya. Demikian halnya dengan pembicaraan dengan tamunya, ia selalu terbuka (hal. 19). 

Walaupun Hoegeng menjadi pejabat, ia pun hidup sederhana. Makanan ia selalu membanyanya dari rumah ketika bekerja. Ia sangat suka dengan masakan istrinya. Bahkan ia pun tak menikmati fasilitas yang diberikan (hal. 31). Hal tersebut menunjukkan Hoegeng lebih memilih hidup dalam kesederhanan bukan kemelimpahan. 

Ada banyak kisah menarik dari seorang Hoegeng di dalam buku berjudul Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan ini. Lewat buku ini pun Pembaca dapat mempelajari dan meneladani cara kepemimpinan seorang Hoegeng. 

Walaupun, buku ini bukanlah yang pertama mengenai seorang Hoegeng, karena Sebelumnya pernah ada Hoegeng, Polisi Idaman dan Kenyataan (1993) dan Hoegeng, Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa (2009). Akan tetapi buku ini tetap layak untuk dibaca dan dijadikan inspirasi. Karena yang membedakan buku ini dengan yang sebelumnya ialah kisah mengenai Hoegeng sebagai seorang pejabat birokrasi. Sedangkan kedua buku tersebut berkisah mengenai Hoegeng sebagai seorang polisi. Walaupun begitu, penulis tetap menggunakannya sebagai bahan rujukan dalam membuat buku ini, dengan ditambah kesaksian dari seorang mantan sekretaris Hoegeng, yaitu Soedharto Martopoespito dan ditambah lagi kesaksian keluarga Hoegeng sendiri. 

Prinsip hidup Hoegeng pun layak menjadi teladan. Dalam kesehariannya, Hoegeng memiliki keyakinan bahwa kebenaran adalah sesuatu yang hakiki dalam kehidupan umat manusia, jika dibandingkan dengan sesuatu yang kebeneran (Jawa: Kebetulan). Kebenaran merupakan sesuatu yang mutlak tentang kebaikan atau kebenaran itu sendiri. Adapun kebeneran merupakan sesuatu yang sifatnya situasional atau sesaat, mengandung suatu ketidaksengajaan, yang belum tentu sebuah kebenaran (halaman 67). 

Sebagai seorang pejabat, Hoegeng juga tak mau aji mumpung untuk memanfaatkan jabatannya untuk menumpuk kekayaan. Bahkan, ia meminta istrinya untuk menutup toko kembang yang baru dirintis agar saat bertugas Hoegeng tidak menghadapi masalah seperti conflict of interest dari relasinya. Ia juga menolak fasilitas-fasilitas terkait jabatannya yang dinilai berlebihan meskipun hal itu dimungkinkan secara aturan seperti pemberian kavling tanah, rumah, atau mobil dinas. Bahkan, termasuk pengawalan sehari-hari ia pun menolaknya (halaman 82-83). 

Dalam memberantas korupsi pun Hoegeng memiliki strategi jitu. Ia pernah mengatakan “Kalau mau menghilangkan korupsi di negara ini, sebenarnya gampang. Ibaratnya ketika kita mandi dan membersihkan semua badan, tentu dari atas turun ke bawah. Begitu pula dengan korupsi. Harus dimulai dengan cara membersihkan korupsi di tingkat atas kemudian baru tingkat pejabat bawahannya.” 

Kiranya buku ini relevan untuk dibaca masyarakat dan pejabat. Apalagi bangsa ini sedang mengalami krisis pemimpin yang berintegritas tinggi seperti Hoegeng. Semoga dengan membaca buku setebal 142 ini Anda akan terinspirasi dan meneladaninya. 

Yogyakarta, 12/02/2014. 
Judul Buku      : Hoegeng; Polisi Dan Menteri Teladan
Penulis             : Suhartono
Penerbit           : Buku Kompas
Cetakan           : I, Oktober 2013
Tebal               : xxvi + 142 halaman
ISBN               : 978-979-709-769-1

Comments

Popular posts from this blog

Maria Walanda Maramis (1872-1924)

Rahasia Hidup Bahagia Tanpa Mengeluh

Panduan Mudah Belajar Numerologi