Menolak Lupa Mahasiswa
Pasca 15 tahun gerakan reformasi mahasiswa dan rakyat pro-demokrasi
untuk menggulingkan rezim Soeharto, kondisi negara Indonesia masih belum tampak
ada perubahan secara signifikan. Pasalnya enam agenda nasional yang dilakukan
mahasiswa tidak memberi pengaruh sama sekali. Lihat saja fenomena yang ada di
berbagai media, kasus KKN yang terus menggurita seolah-olah menjadi jalan tanpa
ujung. Juga rencana menciptakan pemerintah yang bersih hanya menjadi sebuah retorika
belaka.
Mantan aktivis mahasiswa tahun 1998 yang dulunya teriak-teriak anti
korupsi, namun ketika ia menjadi pejabat pemerintahan ternyata terlibat juga
dalam lingkaran koruptor. Misalnya saja Anas Urbaningrum, yang dulu dengan
lantang berteriak anti korupsi sekarang terlibat kasus korupsi sendiri. Sehingga
statement “gagalnya reformasi” pun menjadi senjata makan tuan bagi
mahasiswa dan masyarakat yang mendukung gerakan tersebut.
Melihat kenyataan yang ada, sebagai ahli waris tentu mahasiswa harus
bertanggung jawab atas gagalnya reformasi hingga sekarang ini. Bukankah dulu
reformasi menjadi harga mati yang harus diperjuangkan dengan terjadinya pertumpahan
darah dan beberapa peristiwa lain yang menyebabkan hilangnya mahasiswa yang
sampai saat ini belum ditemukan.
Beberapa peristiwa tersebut tentu akan menjadi ingatan yang kuat
bagi aktivis mahasiswa dulu dan sekarang. Namun sayangnya, mahasiswa sekarang
seolah-olah mendadak lupa ingatan. Ingatan mereka lupa disebabkan karena
kesibukannya sendiri-sendiri. Kesibukan mereka tidak lain ialah untuk mengejar
IP (indeks prestasi) yang tinggi atau banyak kegiatan pribadi yang menyebabkan
ia lupa akan peristiwa itu.
Apalagi ketika mahasiswa
melihat poster atau stiker di jalanan dengan gambar Soeharto sambil tersenyum
dan tangan melambai dengan tulisan di samping kiri “piye kabare le, iseh
penak jamanku to?”, mereka akan tersenyum melihatnya. Kata-kata tersebut
merupakan cambuk bagi mahasiswa dan masyarakat untuk mengingat peristiwa
gerakan reformasi tersebut.
Namun jika ditelaah lebih jauh, kata-kata tersebut adalah pengingat
untuk mahasiswa agar tidak lupa terhadap gerakan reformasinya. Gerakan yang
dicita-citakan untuk mereformasi seluruh sistem, agar Indonesia mampu bangkit
dari ketidakberdayaannya menghadapi krisis ekonomi global pada waktu itu.
Namun, sampai sejauh ini perekonomian Indonesia juga masih jalan ditempat.
Kata-kata tersebut juga harus mampu dijadikan cambuk agar mahasiswa
konsisten dengan gerakan reformasinya. Mahasiswa harus bangkit kembali dengan
semangat reformasi supaya cita-cita yang dahulu telah diimpikan mampu terwujud.
Sehingga bangsa Indonesia benar-benar mempunyai pemimpin yang bersih dari
tindakan KKN.
Menjelang pemilihan umum 2014, gerakan reformasi harus diaplikasikan yaitu dengan cara memilih calon pemimpin yang tepat. Karena dengan memilih calon pemimpin yang tepatlah gerakan reformasi akan dengan mudah untuk terlaksana dengan baik.
Menjelang pemilihan umum 2014, gerakan reformasi harus diaplikasikan yaitu dengan cara memilih calon pemimpin yang tepat. Karena dengan memilih calon pemimpin yang tepatlah gerakan reformasi akan dengan mudah untuk terlaksana dengan baik.
Oleh karena itu, mahasiswa perlu mengingat kembali peristiwa
gerakan reformasinya dahulu. Peristiwa tersebut perlu diingat kembali, karena
tugas mahasiswa bukan hanya berkutak pada persoalan-persoalannya pribadi, namun
lebih luas yaitu persoalan negara Indonesia yang sampai saat ini belum
menemukan raja yang tepat seperti cita-cita lama bernama reformasi. Semoga!
*) Dimuat di Swara Kampus Kedaulatan Rakyat, edisi 27 Agustus 2013.