Pesan Terakhir Romo Mangun Untuk Generasi Muda

Ada hal menarik dari sebuah buku mungil berukuran 13 cm x 19 cm yang berjudul Kata-Kata Terakhir Romo Mangun ini. Selain dapat mengetahui rekam jejak menjelangan akhir hidup Romo Mangun, baik dalam hal pemikiran politik maupun religiusitas, pembaca juga dapat mengetahui pesan terakhirnya, baik yang tersurat maupun tersirat, untuk generasi muda maupun bangsa Indonesia. 

Siapapun tentu sudah mengenal Romo Mangun (panggilan akrab dari Yusuf Bilyarta Mangunwijaya), terlebih warga Yogyakarta yang tinggal pinggiran Kali Code. Boleh dikata, Romo Mangun adalah pahlawan bagi “wong cilik”. Pasalnya, peran beliau dalam memperjuangkan hak-hak rakyat kecil demi terciptanya suatu keadilan sosial masyarakat yang begitu besarnya. Maka ia layak di juluki sebagai hero bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan lebih kususnya masyarakat Yogyakarta terlebih bagian bantaran Kali Code.

Dalam Pengantar Ahmad Shobari, disebutkan bahwa Romo Mangun adalah pemimpin kelompok kecil, minoritasnya kaum minoritas, tetapi bukan pemimpin kecil. Beliau menampilkan kebesaran jiwa pemimpin, yang namanya melambung tinggi, dan kehadirannya diterima sebagai bagian dari pemimpin masyarakat yang meperkaya kepemimpinan bangsa. Pemikiran serta segenap karyanya memberi inspirasi banyak kalangan dalam masyarakat (hal. xxiv). 

Sebagai rohaniawan yang dikenal juga sebagai novelis, Romo Mangun tidak apatis dalam hal politik. Walaupun ia pernah dikritik oleh Soeharto sebagai pemimpin negara ini pada waktu itu. Akan tetapi Romo Mangun sendiri mempunyai pandangan yang luas tentang politik. Ia membagi pengertian politik itu ada dua macamnya. Pertama, politik dalam rangka kekuasaan, yaitu bagi yang berkuasa untuk mempertahankan dan melaksanakan kekuasan. Nah, inilah yang masyarakat umum selama ini memahaminya, sehingga memuncul istilah “politik itu kotor”. Kedua, politik moral, yaitu niat demi kepentingan orang banyak. Inilah sebenarnya arti politik sesungguhnya (hal. 5). 

Lebih dari itu, Romo Mangun mengatakan bahwa kalau sampai akademisi dan pengamat politik berpendapat bahwa dalam politik tidak ada kawan abadi, yang ada kepentingan abadi ini sangat menyedihkan sekali. Sebab, mereka hanya ikutan “anut grubyuk” paradigma politik kekuasaan tersebut. Padahal dari segi politik moral, teman abadinya cuma tiga prinsip: memperjuangkan apa yang benar, apa yang baik, dan apa yang indah. Ini temannya yang abadi-sejati, dan jelas tidak bisa berubah (hal. 7).

Selain pesan pemikiran dalam bidang politik, pesan terakhir menjelang meninggalnya Romo Mangun dalam acara simposium di Hotel Meridien Jakarta yaitu makalah yang berjudul Peran Buku Demi Kearifan IPTEK (hal. 21). Dalam makalah tersebut serta dalam simposiumnya Romo Mangun menjelaskan mengenai peran buku dalam perkembangan dunia IPTEK. 

Sebelum meninggal, ditempat yang sama, Romo Mangun sempat bercakap dengan editor buku ini tentang tugas generasi muda selanjutnya bagaimana. Akan tetapi Romo Mangun sendiri pernah menulis artikel tersebut yang dimuat di Kompas, 5 desember 1997 yang berjudul Tugas Generasi Muda: Demi Tahun 2045. Sehingga Romo Mangun berpesan bacalah artikel tersebut. 

Dalam artikel tersebut, Romo Mangun mengungkapkan bahwa dari generasi mudalah akan timbul perbaikan secara fundamental (hal. 51). Hal ini tentu mengaca pada sejarah bahwa banyak generasi muda seperti disebutkannya Soekarno-Hatta, Gandhi-Nehru dan lainnya telah memberi pencerahan-pencerahan lewat paradigma barunya. Sehingga tidak khayal jika Romo Mangun berharap pada perayaan HUT ke-100 RI (semoga bisa sebelumnya) akan/sudah memiliki negara dan masyarakat hukum yang bersih sehingga dapat dibanggakan, serta bebas dari ketakutan (hal. 54). Demikianlah pesan terakhir dari Romo Mangun untuk bangsa Indonesia terlebih bagi generasi muda demi menyongsong tahun 2045 sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

Pada bagian berikutnya, buku ini berisi surat terbuka Romo Mangun untuk BJ Habibie yang waktu itu menjadi presiden setelah lengsernya Soeharto. Jika membaca surat tersebut tampak sekali bahwa antara Romo Mangun dengan Pak Habibie menunjukkan adanya hubungan yang erat antar keduanya. Selain itu, bagian selanjutnya ada lembaran-lembaran memori Romo Mangun yang lain baik pandangan tokoh mengenai perjuangannya hingga arsip tulisan beliau. 

Akhirnya, dengan membaca buku setebal 190 halaman ini, semoga kita (generasi muda) dan pembaca, dapat mewujudkan harapan tersebut sebagai bentuk penghormatan kita terhadap seorang Romo Mangun khususnya dan untuk kepentingan bangsa Indonesia lebih luasnya. Sebab, memiliki sebuah negara dengan tatanan hukum yang bersih, tidak manipulatif, adalah impian banyak masyarakat. Selamat membaca!
Koran Jakarta, 13 Maret 2014.
Judul Buku      : Kata-Kata Terakhir Romo Mangun
Editor              : Th. Bambang Murtianto
Penerbit           : Kompas
Cetakan           : I, Februari 2014
Tebal               : xxvi + 190 halaman
ISBN               : 978-979-709-795-0

Comments

Popular posts from this blog

Maria Walanda Maramis (1872-1924)

Rahasia Hidup Bahagia Tanpa Mengeluh

Panduan Mudah Belajar Numerologi