Simalakama
M enjelang malam. Waktu itu rintik hujan dan angin berhembus pelan. Dingin. Kau datang dengan muka kelam. Matamu sedikit basah entah karena rintik hujan atau hatimu yang sedang gundah. Di tempat tinggalku yang sempit. Hanya berukuran tiga badan. Ini tak seperti biasanya. Terakhir kali aku melihatmu selalu tersenyum. Dan kini berubah menjadi beda. Aku terheran-heran. Apakah engkau sedang bermain akting layaknya bintang film yang sedang berperan memainkan muka cemberut. Dalam benakku.